BUNG
KARNO DAN MARHAENISME
Siapa tidak kenal dengan presiden pertama Republik
Indonesia, sekaligus tokoh perjuangan dalam merebut kemerdekaan. Pasti semua
mengenalnya, siapa lagi kalau bukan Ir. Soekarno. Soekarno dilahirkan pada
tanggal 6 Juli 1901 di Surabaya. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosro-dihardjo.
Melihat dari nama depan Ayahnya, Soekarno masih berdarah ningrat. Dari kecil
Soekarno diasuh oleh kedua orang tuanya, selain itu ia juga diasuh oleh
pembantunya yang bernama Sarinah. Soekarno mendapatkan banyak kenangan yang
mendalam dari Sarinah. Sarinah mengajari anak asuhnya untuk mencintai rakyat
jelata. Itu yang menyebabkan Soekarno sangat peduli sekali terhadap orang kecil
atau dalam bahasa jawanya wong cilek. Selain itu Soekarno mewarisi citra rasa
kesenian dari Ibunya yang berasal dari Bali. Sedangkan dari Ayahnya yang
berasal dari Jawa Soekarno mendapatkan pengetahuan mistik Jawa.
Karena tinggal di Jawa Soekarno senang sekali dengan
wayang. Tidak heran apabila Soekarno berpidato untuk menyampaikan pikirannya
pada khalayak Jawa, Soekarno menggunakan media wayang. Namun ada unsur yang
tidak di tangkap oleh Soekarno dalam pewayangan, yaitu citra santun dan halus.
Melihat hal itu Soekarno dalam kehidupan menolak tradisi kehalusan dalam wayang
dan menerjemahkan ke dalam citra energik, kasar dan duniawi. Namun pada
dasarnya dalam masyarakat jawa sifat yang baik dan apa yang baik identik dengan
yang halus.
Saat Soekarno sekolah di Surabaya dan Bandung, dari
siswa menjadi mahasiswa. Soekarno mengagumi tokoh Bima dalam pewayangan yang
mempunyai sifat berani, jujur, serta kurang ramah. Selain itu ia galak, tak
kenal kompromi, kasar, serta berani membatah terhadap orang yang diatasnya. Hal
ini yang mendasari kepribadian diri Soekarno.
Sifat tidak mengenal kompromi ditunjukkan Soekarno
dalam sikap anti kolonoalisme dan anti imperialism. Sedangkan sikap kompromi
diperlihatkan Soekarno yang mau bekerja sama dengan orang yang sama-sama
menentang penjajahan. Melalui caranya sendiri, Soekarno mengumpulkan ide-ide
dan lairan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Lalu diolah menjadi
satu ide baru yang diharapkan bisa diterima oleh masyarakat. Misalnya
Nasionalisme, merupakan aliran politik yang tumbuh dalam masyarakat.
Lalu dari situ munculah ide-ide dan gagasan
pemikiran Soekarno yang diberi nama Marhaen. Latar belakang nama Marhaen
sendiri diambil Soekarno untuk memberi julukan bagi orang yang melarat di
Indonesia. Kata Marhaen sendiri diambil Bung Karno saat menaiki sepedanya saat
menuju Bandung selatan. Disitu Bung Karno melihat seorang petani dengan pakain
yang lusuh yang sedang mengerjakan sawahnya. Lalau pakain yang lusuh
diibaratkan Bung Karno sebagai kondisi masyarakat Indonesia. Petani itu
mempunyai alat cangkul, sekop dan sawah yang sempit, saat ditanya Soekarno.
Namun ironiya petani itu tetap miskin, hasil pertanian hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya tanpa ada sisa yang bisa dijual. Hal ini akibata
dari sistem feodal dan imperialisme. Lalu saat ditanya namanya petani itu
menyebutkan dirinya bernama Marhaen. Disini awal munculnya kata Marhaen sebagai
gambaran kondisi masyarakat Indonesia saat masa penjajahan.
Marhaen sendiri julukan bagi orang yang melarat.
Sedangkan ajaran tentang Marhaen disebut Marhaenisme. Marhaenisme dipakai Bung
Karno sebagai pemersatu bagi orang yang melarat. Lalu sebuah ajaran tentang
Marhaenisme dijadikan ideologi oleh Bung Karno. Namun sebenarnya ideologi
Marhaenisme melibatkan kepribadian dan emosi Bung Karno. Selain itu tidak
terlepas dari obsesi Bung Karno sebagai ideologi pemersatu memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Dan gagasan tentang Marhanisme sebenarnya adalah
Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarkat Indonesia.
Pokok-pokok yang diletakkan bahwa Marhaenisme
sebagai Marxisme yang diterapkan di Indonesia, antara lain:
1. Seperti
yang dicetusakan Bung Karno, Marhaenisme adalah praktek perjuangan masyarakat
Indonesia terutama kaum Marhaen untuk melawan kapitalisme, imperialisme dan
kolonialisme. Dalam perjuangannya mempunyai landasan yang kukuh dengan
menggalang semua kekuatan progresif revolusioner yang berporoskan NASAKOM.
2. Marhaenisme
adalah paham perjuangan didasarkan atas sifat revolusi Nasional Demokrasi dan
Sosialisme Indonesia untuk mencapai tujuan masyarakat adil, makmur material dan
spiritual.
3. Dalam
bidang ideologi, Marhaenisme adalah Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi
dan situasi Indonesia. Selain itu pemikiran dan ide perjuangan di ambil dari
ajaran Karl Max.
4. Mempelajari
dan memahami sejarah perkembangan Indonesia, berarti memahami sebaik-baiknya
masyarakat Indonesia untuk membebaskan dirinya dari penindasan kapitalisme,
imperialisme dan feodalisme.
Karena pada saat itu juga terdapat tiga gerakan yang
paling gigih dalam memperjunagkan kemerdekaan Indonesia yaitu gerkan
Nasionalis, gerakan Islam dan gerakan Komunis. Disitu Bung Karno sebagai
pemersatu dengan menggunakan ideologi Marhaenisme. Dalam upayanya mempersatukan
tiga gerakan tersebut Bung Karno tidak pernah luntur dalam masa perjuangannya
dan tetap mempertahankannya. Selain itu untuk mempertemukan kaum Islam dan kaum
Marxis, Bung Karno menekankan bahwa gerakan Islam dan Marxis adalah gerakan
Internasional yang menentang kolonialisme dan imperialisme. Bung Karno juga
menakankan bahwa “Marhaenisme tidak selalu anti Tuhan”, dan lebih merupakan
cara berfikir.
Pada saat itu juga Bung Karno membentuk sekaligus
menjadi pemimpin PNI (Partai Nasional Indonesia) sejak tahun 1927. Bung Karno
menempatkan PNI sebagai partai yang terbuka, menerima semua orang dari aliran
manapun dan agama manapun. Ideologi Marhaenisme pun sebagai dasar perjuangan
partai, kebulatan tekad dan pedoman bagi warga PNI. Marhaenisme sendiri merupakan ideologi yang
sangat lentur, yang bisa ditafsirkan sesuai kondisi dan situasi politik
Indonesia.
Dimasa Demokrasi Terpimpin, Marhaenisme ditafsirkan
sebagai “Marxisme yang diterapkan sesuai kondisi dan situasi Indonesia”. Tapi
di era Orde Baru, penyebaran Marhaenisme dilarang sesuai dengan TAP MPR yang
ada saat itu. Namun pada saat dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara,
Bung Karno mentafsirkan Marhaenisme identik dengan Pancasila. Marhaenisme
sendiri menjadi sosio-Nasionalisme dan sosio-Demokrasi. Kewajiban seorang
sosio-Nasionalisme mengobarkan semangat perlawanan kaum buruh dan
mengorganisasikannya di dalam badan-badan serikat kerja yang kuat.
Sosio-Demokrasi sendiri merupakan realisasi dari sosio-Nasionalisme. Ciri khas
dari Marhaenisme sendiri yang tidak pernah berubah adalah kepedulian terhadap
wong cilik.
Akhirnya untuk melakukan persatuan dan kesatuan,
Bung Karno membentuk NASAKOM (Nasonalis-Agama-Komunis). Dimana tujuannya untuk
melakukan gerakan revolusioner progresiv, untuk memerangi kapitalisme dan
sistem feodal. Konsep Nasakom dinilai lebih maju dari pada harus mempersatukan
Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme pada tahun 1920-an. Pada konsepsi Nasakom
Bung Karno, buka lagi menyebut aliran marxis, melainkan komunis. Karena PKI
dalam gerakannya sangat revolusioner progresiv. Akhirnya Bung Karno lebih
merapatkan dirinya ke PKI, karena sesuai dengan tujuan yang diinginkan Bung
Karno. Hingga di era demokrasi terpimpin PKI mendapatkan kelonggaran dari Bung
Karno.
Akibat dari itu semua, posisi Bung Karno mulai goyah
karena dituduh terlibat dalam G30S.
Selaian itu adanya keterikatan PNI dalam kerja sama dengan PKI di
tingkat nasional itu menyebabkan PNI tidak mempunyai sikap yang jelas
menghadapi ”pemberontakan” G30S yang melibatkan PKI dan meletus beberapa saat
kemudian. Posisi PNI pun sangat dilematis, karena apabila mau berlindung
dibalik Soekarno juga sulit, karena posisi Soekarno sendiri kian hari kian
terdesak karena keengganannya membubarkan PKI. Maka dengan mudah PNI
ditundukkan oleh penguasa rezim Orde Baru dan menjadikan PNI secara ideology
tidak ada artinya sama sekali.
Dari ulasan diatas kita dapat mengetahui bahwa
Ideologi Marhaenisme adalah Marxisme.
yang diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi bangsa Indonesia.
Marhaenisme sendiri adalah ideologi yang
sangat lentur dan fleksibel. Selain itu Marhaenisme sebagai alat pemersatu kaum
Marhaen dalam memerangi kapitalisme, imperialisme dan feodalisme yang
mengakibatkan adanya penindasan dan kemiskinan.
Bibliography
Saksono, I. G. (2008). Marhaenisme
Bung Karno. Yogyakarta: Rumah Belajar Yabinkas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar